Jika dapat dikelola dengan baik, sampah dapat menjadi barang berharga dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Seperti yang dilakukan Pijak Bumi, brand sepatu lokal asal Bandung yang mengubah sampah menjadi cuan. Pelaku UMKM di Kota Bandung ini menggunakan sampah sebagai bahan baku utamanya.
Staf Production Pijak Bumi Syahrul Ramadhan mengatakan, bahan baku limbah yang digunakan Pijak Bumi di antaranya limbah cotton, limbah plastik, limbah tumbuhan yang penggunaan pestisidanya kecil dan limbah karet.
“Kita berdiri Tahun 2016 di BKR, Kota Bandung, awalnya kita gunakan kulit, cuman lambat laun kita meninggalkan bahan-bahan dari hewan karena dirasa ada bahan metanol dan gas tidak baik untuk bumi, akhirnya kita berpindah haluan dari tumbuhan dan ada karet yang digunkan berasal dari karet natural dan karet recycle,” kata Syahrul dalam kegiatan Ecotourism Summit 2023 yang digelar Kemenparekraf RI di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023).
Syahrul menyebut, limbah produk fesyen saat ini terjadi begitu cepat, berangkat dari itu Pijak Bumi pun membuat produk sepatu yang notabene bahan bakunya berasal dari limbah.
“Sebetulnya karena awalnya adalah menghindari fast fesyen terlalu cepat dan akhirnya banyak sampah yang terjadi seperti kita lihat dibeberapa sungai, laut dan beberapa pembuangan mayoritas oleh salah satunya plastik dan kain bekas fesyen,” ungkapnya.
Selain dapat menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis, sepatu yang terbuat dari limbah dan dibaderol dari jarga Rp 500 ribu hingga Rp 2,8 juta dijual ke luar negeri dan disukai pasar internasional.
“Kita paling jauh pernah ke Jepang, Swiss pernah masuk, penawaran dari negara Eropa dan Asia juga sudah banyak, meski belum terjadi tapi potensinya sangat besar,” tuturnya.
Artis seperti Banana, sejumlah desainer, musisi sperti The Overtunes, Mas Leo danlainnya juga menggunakan produk sepatu dari Pijak Bumi.
“Selain bahan, kita punya desain yang kita akui cukup panjang prosesnya, karena kita cari unik dan beda dengan lain. Kita hargai proses homemade dan punya harga sesuai apa yang kita produksi,” tuturnya.
Dukung Ecotourism Bebas Sampah
Dalam kegiatan Ecotourism Summit 2023 Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI mendukung wisata yang menjaga lingkungan. Salah satunya yang dapat memerangi sampah dengan cara mengelolanya dengan baik.
Deputi Tourism Product & Event Vinsensius Jemadu Kemenkraft RI mengatakan, isu sampah menjadi konsen pemerintah, khususnya di destinasi-destinasi wisra utama.
“Secara kebijakan, sudah ada keputusan dari Kemenparekraf dan Kepres untuk penanganan sampah khususnya sampah plastik. Kita menyadari bahwa pemerintah punya keterbatasan dari sisi skill, segi teknologi, oleh karena itu kami gandeng mitra seperti Astra,” katanya.
“Astra mengeluarkan teknologi untuk mengolah sampah itu menjadi bahan bakar seperti dibeberapa destinasi menjadi bahan bakar yang dikembalikan ke nelayan. Jadi satu kilo sampah jadi satu liter BBM, seberapa banyak mereka kulkas sampah itu, sebesar itu juga BBM yangvkita betikan kepada mereka, ada timbal balik yang bisa kita tetapkan disitu. Ini juga bisa diterapkan didaerah lainnya, tapi keterbatasan tempatnya,” jelas Vinsensius.
“Kita siapkan beberapa rencana aksi, jangka pendek sampai 2024 ini. Secara nasional kita harapkan zero karbon di tahun 2045 dan 2030 kita berusaha 50 persen, tadinya 2060 tapi pemerintah inginkan lebih cepat dari itu,” tuturnya.
Kebangkitan Wisata Ramah Lingkungan
Kemenparekraf RI menyebut, pasca pandemi COVID-19 obyek wisata yang berkonsep ramah lingkungan terus bergeliat dan disambut baik masyarakat.
“Ini langkah dari pemerintah di bidang eco wisata, bahwa pasca pandemi trend parawisata sudah naik dan orang betul-betul cari wisata yang ramah lingkungan. Bebas dari polusi, alhamdulillah semua negara ingin memajukan dan mengkampanyekan sustainable tourism,” ucap Vinsensius.
Menurutnya, wisatawan saat ini ingin datang ke destinasi wisata yang betul-betul menjamin kesehatan mereka, salah satunya Indonesia yang memiliki potensi eco wisata yang luar biasa.
“Sustainable itu bukan hanya lingkungan, tapi juga bagaimana dampak terhadap ekonomi masyarakat, dampak pelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat, itu pilar-pilar sustainable ecotourism,” pungkasnya.